RAKOR FORUM KEMITRAAN PEMBANGUNAN SOSIAL SAD PROVINSI JAMBI

 

JAMBI – Tahun 2024 kembali dilaksanakan Rapat koordinasi (Rakor) Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam (SAD) Provinsi Jambi, yang dilaksanakan di Shang Ratu Hotel. Dalam kegiatan langsung dihadiri Plh Asisten 3 Setda Provinsi Jambi, Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi  Kementerian Kehutanan RI, Direktur Jaminan Sosial  Kementerian Sosial, Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial, perwakilan Polda Jambi, Ketua LAM Jambi, Ketua Yayasan Perkasa Madani dan undangan lain. Ketua Yayasan Perkasa Madani, Budi Setiawan dalam sambutannya mengatakan Rakor Forum Kemitraan Pembangunan Sosial SAD Provinsi Jambi merupakan wadah bersama bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama bersinergi, berkolaborasi dalam rangka untuk merumuskan program pembangunan untuk pemberdayaan masyarakat SAD Provinsi Jambi.

“Ada beberapa kegiatan yang jadi fokusnya nanti, yang pertama adalah pemberdayaan kapasitas sumber manusia. Kita tahu betul mereka ini memiliki sifat hidup berpindah-pindah atau nomaden, tentu saja dibutuhkan penanganan sektor pendidikan dan kesehatan yang lebih fokus lagi, agar kemudian anak-anak suku dalam disisi pendidikan mereka tidak ketinggalan., untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan SAD,” jelas Ketua Yayasan Madani, Budi Setiawan kemarin (5/12).

Berikutnya, difokuskan pada pembangunan ekonomi,  bagaimana nanti melalui forum ini akan ditemukan program-program pemberdayaan ekonomi, agar SAD memiliki usaha ekonomi yang produktif untuk menjadi mata pencarian, sehingga tidak hanya semata-mata mengatungkan pencariannya terhadap alam, yang selama ini sudah menjadi kebiasaan SAD.

“Kami harapkan putusan kegiatan pemberiaan mahluk sosial, seperti penangan masalah identitas pendudukan, agar kemudian mereka memiliki legallirisasi menjadi penduduk yang di akui Provinsi Jambi,” ujarnya.

Sementara, Plh Asisten 3 Setda Provinsi Jambi Muchtamar Hamdi, S.E.,M.Si menambahkan, SAD merupakan bagian dari komponen masyarakat Provinsi Jambi, SAD tidak boleh tertinggal, karena memiliki hak yang sama dengan masyarakat yang lain. Pemprov Jambi pun ingin memberikan apresiasi yang luar biasa terhadap forum ini, karena forum ini menjadi semua perwakilan terhadap pemangku kepentingan, dari unsur Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Pusat.

“Dan termasuk mitra usaha kita dari perusahaan-perusahaan yang ada di Provinsi Jambi, kalau program ini berhasil, ini akan menjadi luar biasa, sehinga yang kita harapkan nanti program yang dirumuskan  betul-betul sistematis dan terukur, harapkan nanti manfaatnya dapat dirasakan oleh SAD Provinsi Jambi,” Plh Asisten 3 Setda Provinsi Jambi Muchtamar Hamdi, S.E.,M.Si.

Untuk diketahui, agenda kegiatan kali ini adalah menguatkan kembali komitmenya, terhadap kegiatan pembangunan sosial SAD, terdapat lima fokus, yang pertama adalah bidang pendidikan, kesehatan, sumber penghidupan, kemudian admistrasi kependudukan dan pemberdayaan perempuan dan perlindungan SAD.

Hasil yang ingin dicapai adalah adanya kebijakan terhadap pendanaan SAD bagi Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemkab/Pemkot, di harapkan untuk lebih dioptimalkan peran-perannya  melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk lingkungan dan dunia usaha.

KERAPATAN ADAT SAD WILAYAH BUKIT 12 PROVINSI JAMBI DIDIRIKAN

 

JAMBI – Kerapatan Adat Suku Anak Dalam (SAD) Wilayah Bukit 12 Provinsi Jambi secara resmi didirikan. Ketua Prakarsa Madani Jambi, Budi Setiawan mengungkapkan bahwa warga Suku Anak Dalam yang secara turun-temurun melangsungkan kehidupan di wilayah Bukit Duabelas, yang hidup secara berkelompok tersebar di tiga wilayah sungai yaitu Sungai air Hitam, Sungai Serengam/Kejasung, dan Sungai Makekal, dan menjalin hubungan dengan masyarakat desa yang menjadi bagian dari wilayah bermukim dan pengembaraan SAD.

“Maka SAD menyadari perlunya berhimpun dalam satu wadah yang bisa menjembatani proses komunikasi dalam menyelesaikan masalah yang SAD hadapi, bersama atas keberadaan SAD yang telah mengalami banyak perubahan,” kata Budi Setiawan membacakan deklarasi Pendirian Kerapatan Adat SAD Wilayah Bukit 12 Provinsi Jambi, Kamis (5/12) lalu.

Dikatakannya, banyaknya pihak-pihak yang bertujuan membantu SAD, dalam meraih perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik dengan prinsip berkeadilan, SAD pun memandang perlunya satu mekanisme yang dapat mendorong upaya dan menyatukan diri sebagai satu komunitas adat yang terorganisir sebagaimana layaknya sebagai satu masyarakat yang memiliki tatanan kepengurusan hidup dan sistem kepemimpinan yang memang sudah berlangsung dalam kehidupan SAD.

“Untuk itu, SAD yang berkumpul pada hari ini, dengan segenap kesungguhan hati menyatakan bahwa warga SAD yang hidup di wilayah Bukit 12 dan yang telah bermukim di sekitar wilayah Bukit 12, berhimpun dalam satu wadah Kerapatan Adat SAD di Wilayah Bukit 12 dan tunduk dalam pengaturan adat dan peraturan negara yang berlaku, serta menghormati kepemimpinan yang ada di wilayah dimana SAD bermukim yang dalam hal ini pemerintahan formal, pengelola Taman Nasional Bukit 12, dan lembaga adat Melayu Jambi,” urainya.

Menurutnya, SAD pun menyatakan siap berkoordinasi dan bekerjasama dengan para pihak yang bertujuan mendorong dan membantu kami dalam mewujudkan mimpi perubahan yang kami cita-citakan. Atas prakarsa pendirian Kerapatan Adat SAD Wilayah Bukit 12, dipandang perlu untuk ditindaklanjuti beberapa hal terkait sebagai berikut, Para pihak diminta untuk membantu mensosialisasikan keberadaan Kerapatan Adat SAD Wilayah 12 ke berbagai pihak, perlunya aspek legalitas dan pengakuan terhadap keberadaan Kerapatan Adat SAD Wilayah Bukit 12 sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Memberikan mandat kepada yang ditunjuk, untuk membantu perolehan legalitas dan pengakuan keberadaan Kerapatan Adat SAD Wilayah Bukit 12, dan dalam waktu dekat, Kerapatan Adat SAD Wilayah Bukit 12 ditugaskan untuk mempersiapkan pelaksanaan musyawarah pertama, untuk membahas unsur-unsur kelengkapan organisasi Kerapatan adat SAD Wilayah Bukit 12,” tandasnya.

RAKOR TINGKAT KECAMATAN AIR HITAM SINERGITAS PENERAPAN HUKUM ADAT DAN HUKUM FORMAL

Sabtu 26 Oktober 2024 telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Sinergitas Penerapan Hukum Adat Dan Hukum Formal. Rapat ini dilaksanakan di Aula Kantor Camat Air Hitam, Desa Jernih Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Rapat ini dihadiri Muspika (Camat, Kapolsek, Danramil, LAM Kecamatan), Unsur Pimpinan Desa Lubuk Kepayang, Unsur Pimpinan Desa Jernih, Unsur Pimpinan Desa Lubuk Jering, Unsur Pimpinan Desa Pematang Kabau, Unsur Pimpinan Desa Bukit Suban, Unsur Dunia Usaha terdiri dari PT. SAL, PT BKS, PT PKM Penghulu SAD ketemenggungan Kecamatan Air Hitam, Jenang, Tokoh Masyarakat SAD, dan Yayasan Prakarsa Madani Jambi (YPMJ) selaku Sekretariat Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam yang menjadi fasilitator musyawarah tersebut.

Rapat ini adalah tindaklanjut dari musyawarah adat penguatan hukum adat lamo pusako usang suku anak dalam yang  telah dilaksanakan pada 21 September 2024 pada level tapak yang menghasilkan 21 point kesepakatan bersama mengenai penguatan adat Suku Anak Dalam. Rapat ini merupakan proses kesepakatan sinergitas penerapan hukum adat dan hukum formal serta mekanismenya.

Tujuan rapat ini dilaksanakan untuk menguatkan keberadaan struktur adat (penghulu) dan penegakan hukum adat maupun hukum formal suku anak dalam, hal ini perlu untuk dilakukan dikarenakan belum adanya pengakuan secara formal keberadaan penghulu adat serta hukum adat SAD sehingga dengan diakui dan diperkuatnya  hukum adat yang dimiliki oleh SAD dengan mensinergikan dengan hukum formal hukum adat yang dimiliki oleh SAD dapat ditegakan dan dapat menjadi alat pengendalian sosial sebagaimana mestinya hukum itu berfungsi. Fenomena tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh oknum SAD cukup marak terjadi dimana hal ini dapat menjadi potensi konflik baik itu horizontal maupun vertikal maka dari itu tegaknya hukum adat dan hukum formal serta terbentuknya mekanisme penegakannya menjadi penting untuk dilakukan.

 

Budi setiawan (Ketua Badan Pengurus YPMJ) menyampaikan terkait dengan permasalahan yang marak terjadi dan bukan lagi menjadi rahasia yaitu terjadinya pencurian buah kelapa sawit di kebun-kebun perusahaan oleh oknum SAD, selanjutnya ia menambahkan bahwasanya hal ini dapat menjadi citra yang buruk bagi SAD padahal hal ini tidak dilakukan oleh seluruh SAD namun hanya beberapa oknum maka dari itu penegakan hukum adat serta hukum formal sudah harus dilakukan. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Hayatullah (Kepala Desa Lubuk Kepayang) dimana ia menyampaikan terkait hukum adat harus di tegakan oleh SAD karena SAD dan desa memiliki hukum adat yang berbeda jika langsung menggunakan hukum adat desa maka akan sulit namun jika hal-hal yang dilakukan itu berkaitan dengan tindakan kriminalitas maka hukum formal sudah harus dapat di tegakan. Made Yaso (Kapolsek Air Hitam) Memberikan pandangan bahwa proses penegakan hukum harus tetap dilaksanakan pada setiap warga Negara yang memiliki Identitas Kependudukan, terdapat metode penegakan yang akan dikedepankan dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan SAD yaitu dengan restorative justice. Ahran Gibran (Ketua LAM  Desa Jernih) menyampaikan dukungannya terkait sinergitas Hukum Adat SAD dan hukum formal dalam penegakan hukum saat terjadinya pelanggaran oleh warga masyarakat SAD diperlukan dukungan dan peran para penghulu SAD dalam penegakan hukum bagi warganya.

Dari rapat yang dilakukan menghasilkan enam poin kesepakatan dimana para peserta rapat menyepakati untuk menguatkan keberadaan hukum adat serta penghulu SAD dalam penanganan permasalahan sosial, keamanan dan ketertiban sosial, selain itu disepakati pula bahwa penghulu adat SAD di akui secara formal oleh Pemerintah Desa, Kabupaten, Maupun Provinsi. Dalam rangka penegakan hukum di sepakati mekanisme dalam penegakan hukum adat dan hukum formal sebagai berikut:

  1. Menjalankan mekanisme dalam penegakan hukum adat yang telah disepakati sebagai berikut:
  2. Penjatuhan sanksi Hukum Adat Tahap Pertama, Kedua dan Ketiga diputuskan oleh Depati Jika tidak dipatuhi permasalahan akan dinaikan ke Temenggung dan Tengganai, Apabila tidak mematuhi putusan penghulu permasalahan dinaikan kepada Jenang, segala sesuatu yang sudah diputuskan oleh jenang tidak bisa diganggu gugat.
  3. Apabila sanksi adat telah dijatuhkan berdasarkan point (a) di atas dan tidak dipatuhi, Para Pemangku Adat Suku Anak Dalam menyerahkan sepenuhpenuhnya keputusan hukum kepada pihak yang berwenang.
  4. Menjalankan mekanisme dalam penegakan hukum formal yang telah disepakati sebagai berikut:
  5. Penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran dalam hal permasalahan sosial,
    keamanan dan ketertiban sosial. Dilaksankan melalui permusyawaratan ditingkat Desa yang dihadiri oleh Pemerintah Desa, Lembaga Adat Desa dan Penghulu Suku Anak Dalam.
  6. Apabila dalam permusyawaratan tidak tercapai kemufakatan dan/atau sanksi tidak dipatuhi, Pemerintah Desa, Lembaga Adat Desa dan Penghulu Suku Anak Dalam melaporkan kepada pihak Berwajib untuk diproses secara Hukum Formal.
  7. Dalam proses penegakan hukum formal pada pihak berwajib diutamakan penerapan Restorative Justice (RJ), yaitu penanganan perkara tindak pidana yang berfokus dengan melibatkan para pihak, baik korban, pelaku, maupun pihak terkait dengan proses dan tujuan yang mengupayakan pemulihan, dan bukan hanya pembalasan atau semata-mata menghukum pelaku.

PENGUATAN PENEGAKKAN HUKUM ADAT LAMO PUSAKO USANG SUKU ANAK DALAM FORUM SUKU ANAK DALAM KECAMATAN AIR HITAM

 

Sabtu 21 September 2024 telah dilaksanakan Musyawarah Penguatan Penegakan Hukum Adat Lamo Pusako Usang Suku Anak Dalam (SAD). Pertemuan ini dilaksanakan di kediaman Jenang Jalaludin, Desa Jernih Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, kegiatan ini dihadiri penghulu SAD ketemenggungan Kecamatan Air Hitam, selain para temenggung dan jajarannya hadir pula jenang sebagai pemangku adat tertinggi suku anak dalam, Yayasan Prakarsa Madani Jambi (YPMJ) selaku Sekretariat Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam yang menjadi fasilitator musyawarah tersebut.

Pertemuan ini bertujuan untuk memperkuat penegakan hukum adat SAD, hal ini perlu dilaksanakan karena telah ada indikasi melemahnya penegakan hukum adat SAD, hal ini diindikasikan dengan fakta bahwa nasehat, arahan dan perintah yang di berikan oleh temenggung sudah banyak tidak di patuhi oleh anggota kelompoknya. Hal ini dikemukan oleh Jenang Jalaludin “Saat ini warga masyarakat SAD banyak yang tidak memahami hukum adatnya sendiri, sehingga mudah dipengaruhi dan terprovokasi oleh pihak luar. Masalah adat harus dikembalikan ke adat” tutur Jenang.

Pada pertemuan ini penguatan penegakan hukum adat yang dimusyawarahkan untuk menyepakati dan menuliskan hukum adat yang ada serta membuat mekanisme penegakan hukum yang jelas dan disepakati oleh seluruh temenggung di Kecamatan Air Hitam. Selanjutnya proses dan mekanisme penegakan hukum adat akan diselaraskan dan diintegrasikan antara hukum adat SAD dengan hukum formal atau hukum positif. Hal ini diperlukan karena warga SAD juga merupakan masyarakat warga negara Indonesia  ditandai dengan mereka telah memiliki NIK dan KK yang merupakan identitas resmi warga Negara Indonesia.

Budi Setiawan (Ketua Badan Pengurus YPMJ) selaku fasilitator membuka Musyawarah, dengan mengulas kembali tutur tembo jenang dengan mengingat kembali tutur seloko “Rantau Bejenang Alam Barajo”, seloko adat ini mengungkapkan bahwa adanya peran jenang sebagai pengatur atau penguasa rantau. Budi Setiawan mengatakan “Penegakan hukum adat SAD memang diperlukan, hal ini untuk menghadapi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat SAD. Kami menyambut baik ide gagasan Jenang Air Hitam dan Para Temenggung untuk melakukan musyawarah adat ini dan kami siap menjadi fasilitator sebagaimana permintaan Pak Jenang”. Jika ada para pihak yang mengemukakan pendapat bahwa peran Jenang dan Temenggung sudah tidak ada lagi di masyarakat SAD, ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Temenggung Aprisal “dari adat nenek moyang kami sudah ada struktur adat dan tidak bisa menghapuskan jenang, karena kepemimpinannya tidak ada habisnya sampai keturunan selanjutnya”,  hal senada juga dikuatkan oleh Temanggung Nggrip “pemimpin adat harus lengkap karena kursi tidak bisa berdiri ketika kakinya tidak lengkap” katanya.

Menurut struktur adat SAD Kecamatan Air Hitam tingkat pimpinan adat yang paling tinggi adalah Jenang karena dipilih oleh para Temenggung berdasarkan garis keturunan. Selanjutnya pimpinan ditingkat kelompok SAD terdiri dari Temenggung, Depati, Mangku, Menti, Anak Dalam, dan Debalang Batin serta Tengganai. Struktur kepemimpinan adat SAD sampai saat ini masih berlaku dan ditaati. Kepemimpinan adat ini disadari oleh para penghulu SAD perlu dilengkapi dan dikuatkan fungsi dan kewenangannya.

Pada musyawarah adat ini selain penguatan fungsi dan  kewenangan para penghulu SAD disepakati pula penguatan hukum adat terutama hukum adat yang terkait pengaturan kehidupan dan perilaku sosial, budaya dan pelanggaran hukum adat yang sering terjadi. Beberapa aspek hukum adat yang dimusyawarahkan yaitu terkait masalah hukum  adat  4 (empat) diatas yaitu Mencarak Telur, Melebung Dalam, Menikam Bumi, Mandi di Pancuran Gading. Hukum 4 (empat) yang di bawah yaitu Amogram (pengancaman), Tantang Pahamun, Tabung Racun dan Siur Bakar.

Terkait penegakan hukum adat masyarakat SAD Air Hitam tergambar pada hukum adat yang kuat terkait  tindakan pencurian, dimana secara hukum adat akan dihukum secara bertingkat sebanyak 3 kali tindakan pencurian. Tindakan pencurian pertama kali dihukum denda adat berupa 20 lembar kain 2 kupang serta mengembalikan barang curian, jika barang curian sudah dijual maka mengembalikan uang hasil penjualan. Tindakan pencurian kedua kali dihukum denda adat sebanyak 120 lembar kain 20 kupang barang curian dikembalikan. Jika barang telah dijual maka mengembalikan uang hasil penjualan tersebut. Tindakan pencurian ketiga dikenakan denda 160 kain 60 kupang, dan jika barang sudah dijual mengembalikan uang hasil penjualan. Jika denda tidak dipatuhi keputusan penghulu dinaikkan kepada Jenang, dan akan diputuskan oleh Jenang berupa hukuman paling berat adalah diusir dari kelompok sebagaimana seloko adat “Dibuang Jauh Dibunuh Mati, Digantung Tinggi Ditanam Dalam”. Inilah kesepakatan adat yang ditetapkan dalam musyawarah dimana tindakan pencurian tidak dibenarkan dan ada sanksi adat yang keras yang telah disepakati bersama. Jenang dapat memutuskan menyerahkan kepada pihak yang berwenang secara hukum formal atau positif jika keputusan hukum adat tidak dapat dipatuhi atau menyelesaikan permasalahan.

Ada juga hukum adat SAD yang disepakati untuk ditegakkan sesuai adat yang berlaku yaitu tentang Hukum Ingkar yaitu berupa tindakan yang tidak mematuhi aturan adat berupa nasihat dan ajaran baik yang diputuskan oleh para penghulu, baik itu yang dilakukan oleh Temenggung dan warga masyarakat SAD. Jika hal ini dilakukan maka dapat dihukum adat berupa pemecatan bagi penghulu yang melanggar, dan bagi warga akan dihukum adat yang ditetapkan oleh Jenang. Dimana keputusan hukum adat yang ditetapkan oleh Jenang tidak disanggah oleh semua pihak dan bersifat final dan mengikat. Musyawarah adat ini juga menetapkan mekanisme penjatuhan sanksi adat dan adanya kesepakatan forum ketemenggungan Kecamatan Air Hitam untuk membentuk Lemabaga Adat Khusus SAD Kecamatan Air Hitam yang diusulkan untuk dapat dikukuhkan oleh pihak pemerintah baik di tingkat Kabupaten maupun Provinsi. Kesepakatan penguatan hukum adat ini berlaku untuk warga SAD dan warga masyarakat luar yang melanggar adat di dalam wilayah adat SAD.